07 September 2015

PUISI TANPA JUDUL




Cerpen DM. Thanthar

Pagi baru saja menyambangi bumi. Embun-embun juga masih betah bermain-main di ujung-ujung lancip rerumputan. Tapi, ku dapati, Dira sudah duduk termenung di tepian Danau Maninjau. Matanya memandang jauh ke tengah danau, seakan sedang mengharapkan sesuatu keluar dari dasar danau.

Rasa ingin tahu membawaku melangkah mendekatinya. Tapi Dira hanya acuh. Bahkan saat aku duduk di sampingnya pun ia tetap acuh. Padahal biasanya ia selalu antusias dengan keberadaanku. Jika sudah bersamaku, ia selalu bercerita tentang semua kisah yang pernah singgah padanya.

03 Juli 2015

Sekilas Mengenal Istana Kepresidenan Bogor (Bogor Presidential Palace)




Oleh: DM. Sutan Zainuddin


Berkunjung ke Kota Bogor kurang lengkap rasanya jika tidak singgah dan menikmati sejuknya udara di Kebun Raya Bogor. Kebun Raya Bogor yang lokasinya tidak jauh dari Terminal Bus Baranang Siang itu akan memanjakan anda dengan koleksi tumbuhannya yang sangat beragam. Tidak salah jika Kebun Raya yang dibangun pada masa kolonial Belanda itu menjadi pusat Penelitian Botani di Indonesia. Di areal Kebun Raya Bogor itu pulalah berdirinya Istana Kepresidenan Bogor. Istana yang sarat dengan peristiwa-peristiwa bersejarah semenjak zaman kolonial hingga sekarang.
 Istana Kepresidenan Bogor terletak di Jalan Ir. H. Juanda No. 1 Kota Bogor Propinsi Jawa Barat, sekitar 60 kilometer dari Kota Jakarta. Luasnya sekitar 28,86 hektar dan berada pada ketinggian 290 meter di atas permukaan laut.

14 Juni 2012

Mahalnya Pendidikan Bagi Si Miskin



Oleh: DM. Sutan Zainuddin, S.S

Pendidikan adalah hak semua anak bangsa karena mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu amanat  yang tercantum dalam batang tubuh UUD 1945. Untuk memberikan hak anak bangsa itu pemerintah telah berupaya menetapkan berbagai kebijakan. Kebijakan-kebijakan tersebut mengalami perubahan silih berganti mengiringi silih bergantinya pejabat yang mengurusi bidang pendidikan. Hasilnya, saat ini telah ada wajib belajar bagi anak bangsa tetapi hanya sampai jenjang sekolah menengah atas.

Membaca Singgalang Jumat, (8/6/2012) dengan judul Gemi berangkat ke USU, Erni ke UI yang mengabarkan tentang perjuangan anak bangsa dari keluarga kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi membuat saya merinding. Kenapa tidak, begitu berat perjuangan memperoleh pendidikan bagi mereka nan terlahir dalam keluarga kurang mampu secara ekonomi.

03 Juni 2012

Cinta Itu Seperti Menunggu Bis Saja

Oleh: DM. Sutan Zainuddin, S.S

Dulu, ketika saya membuka email, saya meihat satu pesan dari seorang sahabat. Email tersebut sepertinya diforward kepada saya, subyeknya sesuai dengan judul tulisan ini yakni Cinta Itu Seperti Menunggu Bis Saja. Awalnya, kehadiran email tersebut saya abaikan saja karena saat itu saya sedang tidak ingin membaca sesuatu tulisan yang berkaitan dengan kata-kata cinta. Jika meminjam istilah anak muda zaman sekarang, agaknya saat itu saya sedang galau sehingga hanya ingin melakukan sesuatu yang bersifat religius tanpa cinta.

Beberapa bulan setelah itu, tiba-tiba saya ingin sekali membuka email tersebut dan membacanya dengan tuntas. Usai membaca, ternyata tak cukup sekali, saya mengulang lagi membacanya sampai berkali-kali. Lantas, saya mencoba menyelami makna nan tersimpan dalam cerita itu. Ketika itu saya menyadari bahwa andai email itu saya baca pada saat saya galau dahulu tentu kegalauan saya akan segera bisa saya tepiskan. Emailnya hanya berisikan hal yang sederhana, namun bagi saya cukup bermakna. Makna itu makin terasa kembali ketika saya mulai memikirkan masa depan untuk membangun jamaah kecil dalam ikatan suci. Nah, pada kesempatan ini saya mempostingnya disini untuk anda. Tidak ada maksud apa-apa, hanya sekedar berbagi.

***

Suatu ketika kau sedang duduk di halte. Sebuah bis datang, dan kau bilang, "Wah...terlalu sumpek dan panas, nggak bisa duduk nyaman nih! aku tunggu bis berikutnya saja"

Kemudian, bis berikutnya datang. Kamu melihatnya dan berkata, "Aduh bisnya kurang asik nih dan kok gak cakep begini... nggak mau ah.."

Bis selanjutnya datang, cool dan kau berminat, tapi dia seakan-akan tidak melihatmu dan melewatimu begitu saja.

Bis keempat berhenti di depan kamu. Bis itu kosong, cukup bagus, tapi kamu bilang,

"Nggak ada AC nih, gua bisa kepanasan". Maka kamu membiarkan bis keempat pergi..

Waktu terus berlalu, kamu mulai sadar bahwa kamu bisa terlambat pergi ke kantor. Ketika bis kelima datang, kau sudah tak sabar, kamu langsung melompat masuk ke dalamnya. Setelah beberapa lama, kamu akhirnya sadar kalau kamu salah menaiki bis. Bis tersebut jurusannya bukan yang kau tuju!

Dan kau baru sadar telah menyiakan waktumu sekian lama..

Moral dari cerita ini, sering kali seseorang menunggu orang yang benar-benar 'ideal' untuk menjadi pasangan hidupnya. Padahal tidak ada orang yang 100% memenuhi keidealan kita. Dan kau pun sekali-kali tidak akan pernah bisa menjadi 100% sesuai keinginan dia.

Tidak ada salahnya memiliki persyaratan untuk 'calon', tapi tidak ada salahnya juga memberi kesempatan kepada yang berhenti di depan kita. Tentunya dengan jurusan yang sama seperti yang kita tuju. Apabila ternyata memang tidak cocok, apa boleh buat.. tapi kau masih bisa berteriak 'Kiri !' dan keluar dengan sopan.

Maka memberi kesempatan pada yang berhenti di depanmu, semuanya bergantung pada keputusanmu. Daripada kita harus jalan kaki sendiri menuju kantormu, dalam arti menjalani hidup ini tanpa kehadiran orang yang dikasihi.

Cerita ini juga berarti, kalau kau benar-benar menemukan bis yang kosong, kau sukai dan bisa kau percayai, dan tentunya sejurusan dengan tujuanmu, kau dapat berusaha sebisamu untuk menghentikan bis tersebut di depanmu. Untuk dia memberi kesempatan kau masuk ke dalamnya. Karena menemukan yang seperti itu adalah suatu berkah yang sangat berharga dan sangat berarti. Bagimu sendiri, dan bagi dia.

Nah, bagi anda yang sedang menunggu bis cinta, bis seperti apakah yang anda tunggu?

***

19 Oktober 2009

Menulis Itu Keterampilan Berbahasa

Oleh: DM. Thanthar

Menulis adalah salah satu bagian dari keterampilan berbahasa. Artinya, seseorang yang disebut sebagai orang yang terampil berbahasa jika ia juga terampil menulis. Dengan demikian, seseorang yang menyatakan dirinya sebagai ahli bahasa idealnya mahir menulis.

Kemampuan menulis merupakan satu bagian penting dari keterampilan berbahasa disamping kemampuan mendengar, menyimak, dan berbicara. Keterampilan menulis sangat penting untuk dikuasai, terutama oleh kaum terpelajar. Hanya saja peminat keterampilan menulis masih sangat kurang. Dari sekian juta masyarakat Indonesia, masih didominasi oleh manusia-manusia yang lumpuh menulis. Bahkan kalangan terpelajar sendiri masih banyak yang 'alergi' untuk menulis. Ketika hal tersebut dipertanyakan maka bermunculan berbagai retorika bahkan tuding menuding untuk mencari kambing hitam.

Terlepas dari semua itu, ketika minat menulis itu ada maka akan banyak cara untuk mengasah keterampilan menulis itu. Salah satunya dengan membentuk kelompok-kelompok diskusi tentang kepenulisan. Atau bisa juga dengan mengelola majalah kampus dan media tulisan lainnya. Artinya, jika tulisan kita belum mampu menembus majalah-majalah, koran-koran, ataupun jurnal-jurnal ilmiah maka terbitkan saja majalah sendiri. Keberadaan media tulisan yang dikelola sendiri atau kelompok akan menjadi arsip bagi tulisan-tulisan yang pernah kita buat.

Untuk memulai menulis sebenarnya gampang. Mudah bana. Belum mencoba sudah mengatakan sulit, itu jelas keliru. Bagi yang ingin mencoba, paling tidak bisa diterapkan beberapa langkah sederhana, di antaranya:

Pertama, anda harus memiliki kepedulian terhadap orang dan lingkungan sekitar. Hal ini terkait dengan manusia sebagai makhluk sosial. Zoon Politicon, kata Aristoteles. Oleh karena itu manusia tentu selalu mempunyai keinginan untuk larut dan bergaul dengan orang serta lingkungannya. Keinginan hidup bersama dalam suatu tatanan interaksi itulah yang menjadi dasar dan inti kehidupan berasyarakat.

Bergaul dengan sebanyak mungkin orang, badan kemasyarakatan, dan organisasi untuk mengembangkan bakat anda. Caranya, adalah dengan pengamatan yang intensif terhadap berbagai gejala yang berlangsung. Disitu, seorang calon penulis dituntut memiliki kepekaan sosial. Artinya, seorang penulis harus selalu mengasah ketajaman mata pisau pengamatannya.

Kedua, bangun kegemaran dan kebiasaan membaca. Menulis memang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan membaca. Agar menjadi penulis, gemar membaca merupakan salah satu syarat mutlak. Rajin dan teratur membaca akan membuat seseorang terlatih dan terbiasa berfikir kritis analitis. Berfikir kritis analitis tersebut merupakan kriteria utama yang harus dimiliki seorang penulis. Melalui membaca, daya imajinasi akan tumbuh dan berkembang, wawasan berfikir juga akan makin luas. Dengan kata lain, membaca merupakan upaya memancing ide-ide kreatif.

Ketiga, anda harus giat berlatih. Tanpa latihan yang rutin tak akan ada yang bisa menjadi sesuatu sesuai yang diimpikan. Apapun bidang yang digeluti oleh orang-orang sukses, latihan merupakan langkah yang pernah mereka lalui. Cara berlatih menulis itu sederhana saja yakni dengan membiasakan menuliskan apa saja yang terjadi dalam keseharian anda. Lakukan secara terus menerus dan kemudian tingkatkan dengan menulis dengan lebih serius. Setelah itu mulai coba mengirimkan tulisan anda ke berbagai media dengan tujuan publikasi.

Jika anda telah memulai maka jangan pernah berhenti. Sekarang anda membaca tulisan orang, besok atau lusa tulisan anda yang akan dibaca orang. Tanamkan keyakinan itu pada diri anda. Selamat mencoba. (Kingdon181)

03 Maret 2009

Valentine Day Bukan Hari Kasih Sayang

Maninjau, GUWO News – Selasa(3/3/09). Valentine Day (VD) pada dasarnya merupakan hari untuk mengenang kematian Valentino, yakni seorang yang berani menentang kebijakan Kaisar Romawi Kuno tentang pelarangan untuk menikah kepada para pemuda.

Alasan mendasar dari kebijakan kaisar romawi kuno tersebut adalah akan melemahnya fisik para pemuda setelah mereka menikah. Hal itu terkait dengan tujuan kaisar yang terobsesi membangun pasukan perang yang tangguh untuk menghadapi musuh-musuhnya.

Munculnya sosok Valentino sebagai penentang kebijakan merupakan ancaman bagi kaisar dalam mewujudkan obsesinya sehingga Valentino ditangkap dan divonis hukuman mati oleh kaisar. Kondisi itu memunculkan simpati masyarakat Romawi Kuno kepada Valentino sehingga mereka menjadikan Valentino sebagai simbol kekuatan kasih sayang.

Sementara itu, kaisar sendiri mengadakan semacam perayaan setiap tanggal 14 Februari - yang merupakan tanggal kematian Valentino - sebagai peringatan kepada rakyatnya yang berani menentang kebijakan kaisar.

Pada perkembangan selanjutnya tanggal 14 Februari dikenal sebagai Valentine Day dan gaungnya menyebar ke seluruh penjuru dunia, sampai ke Indonesia. Peringatan VD itu dimaknai dengan perayaann yang beragam oleh tiap-tiap masyarakat sehingga menjadi semacam perayaan yang pada akhirnya disebut dengan Hari Kasih Sayang.

Aneh memang, karena secara arti kata sangat tidak sesuai Valentine Day diartikan dengan Hari Kasih Sayang. Akan tetapi dinamika masyarakat Indonesia yang cenderung latah dalam mengikuti perkembangan dunia luar menjadikan VD mengakar dalam kehidupan masyarakat, khususnya generasi muda.

Antusias generasi muda sangat terlihat ketika mendekati tanggal 14 Februari. Mereka membeli bermacam-macam kado untuk sang kekasih atau untuk orang-orang yang mereka kasihi. Kado utama tentunya berupa boneka cinta dengan warna pink dan kado-kado lainnya yang juga didominasi warna pink. Bahkan lebih dari itu, VD menjadi semacam legalitas untuk melakukan seks bebas. Faktanya, saat malam VD penjualan kondom meningkat tajam bahkan beberapa apotek pun kehabisan stok alat kontrasepsi itu.

Tragis, masyarakat Minangkabau yang memiliki sistem nilai yang begitu anggun dan terhormat telah cenderung berubah menjadi masyarakat yang juga latah budaya asing. Penilaian itu memang tidak menyeluruh karena masih ada beberapa kelompok generasi muda yang memiliki upaya untuk menyikapi budaya asing secara cerdas dan kritis. Mereka mungkin akan dipandang aneh dan dianggap sebagai kelompok yang tidak mengikuti perkembangan zaman. Akan tetapi dalam pengamatan saya, justru mereka merupakan penyelamat wajah Minangkabau yang telah banyak tercoreng.

Saya sadar, akan lahir beragam interpretasi terhadap tulisan ini tetapi itu merupakan hal yang lumrah karena tiap individu mempunyai pola pikir sendiri yang didasasi latar belakang kehidupan, pemahaman ilmu, dan dasar sistem nilai di keluarga masing-masing. Perbedaan tersebut akan menentukan tujuan hidup tiap individu. Hanya dua tujuan hidup manusia yakni tujuan duniawi dan tujuan ukhrawi. Namun demikian pemahaman terhadap kedua tujuan hidup itu hendaknya jangan dilakukan dengan menggunakan pola pikir sempit karena pembagian itu hanya sebagai fokus saja.

Penjelasan sederhananya, Duniawi meliputi pengabaian urusan akhirat tetapi bisa juga tidak mengabaikan tujuan akhirat hanya saja urusan dunia lah yang lebih mendominasi kehidupan golongan ini dengan makna materi. Sementara itu Ukhrawi bukan berarti mengabaikan urusan dunia melainkan selalu menjadikan aktivitas dunia bermakna ibadah. (dmt)

06 Januari 2009

LIMA PRASASTI DI MUSEUM BALAPUTERA DEWA PALEMBANG




Oleh: DM. Thanthar

Prasasti adalah sumber sejarah dari masa lampau yang ditulis pada batu, logam, gerabah, kayu, batubata, porselin, dan lontar. Prasasti disebut sebagai sumber sejarah karena tulisan pada prasasti biasanya memuat informasi tentang berbagai hal, diantaranya ancaman atau sumpah kutukan, ekspensi, dll. Selain itu informasi yang terkandung dalam prasasti merupakan salah satu sumber yang menggambarkan kondisi masyarakat atau kerajaan pada zamannya.

Indonesia memiliki banyak sekali prasasti. Hal itu tidaklah aneh karena Indonesia merupakan daerah kepulauan yang pada masa lampaunya terdiri dari banyak kerajaan-kerajaan besar dan kecil. Misalnya Kerajan Kutai di pulau Kalimantan, Majapahit di pulau Jawa, Sriwijaya di Sumatera, Ternate dan Tidore di Maluku, dan banyak lagi kerajaan-kerajaan lainnya. Namun demikian tidak semua prasasti dari kerajaan tersebut dapat ditemukan oleh para ahli arkeologi dan ahli historiologi. Kemungkinan secara sederhananya, mungkin tidak semua kerajaan yang pernah ada di Indonesia memiliki prasasti atau para arkeolog dan sejarahwan yang belum berhasil menemukan prasasti-prasasti tersebut. Lainnya, tentu saja kerajaan-kerajaan yang ada setelah manusia mengenal kertas sangat kecil kemungkinan membuat prasasti.

Dari beberapa prasasti yang telah ditemukan oleh para arkeolog dan sejarahwan, diantaranya adalah prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya. Ada lima prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya, yaitu Prasasti Telaga Batu, Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuo, Prasasti Kota Kapur, dan Prasasti Boom Baru.

Prasasti Telaga Batu ditemukan di Desa Telaga Batu Kecamatan Ilir Timur Pelembang Sumatera Selatan. Prasasti tersebut tidak memiliki angka tahun tetapi ditulis menggunakan huruf Palawa dengan bahasa Melayu Kuno. Tulisan-tulisan pada Prasasti Telaga Batu terdiri dari 28 baris yang memuat informasi tentang kutukan terhadap siapa saja yang tidak taat kepada pemerintah (raja). Selain itu, juga menjelaskan susunan ketatanegaraan Kerajaan Sriwijaya.

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan di Desa Kedukan Bukit, di tepi Sungai Tatang (anak Sungai Musi), tepatnya di kaki Bukit Seguntang. Prasasti tersebut berangka tahun 605 saka / 683 M. Prasasti Kedukan Bukit ditulis menggunakan huruf Palawa yang berbahasa Melayu Kuno. Terdiri dari 10 baris yang berisi tentang Jaya Siddhayatra (perjalanan suci) penguasa Kerajaan Sriwijaya yang bergelar Dapunta Hyang. Perjalanan itu merupakan ekspedisi militer Kerajaan Sriwijaya.

Prasasti Talang Tuo ditemukan di Desa Talang Tuo, Palembang. Berangka tahun 606 saka / 684 M dan ditulis menggunakan huruf Palawa yang berbahasa Melayu Kuno. Tulisan prasasti yang terdiri dari 14 baris itu berisikan pernyataan tentang pembangunan Taman Sriksetra oleh Dapunta Hyang Srijayanasa.

Prasasti Kota Kapur ditemukan di Desa Kota Kapur, Bangka, Sumatera Selatan. Prasasti tersebut berangka tahun 608 saka / 686 M. Prasasti yang juga ditulis menggunakan huruf Palawa dengan bahasa Melayu Kuno itu terdiri dari 10 baris yang memuat informasi tentang sumpah kutukan dan upaya ekspansi ke Pulau Jawa.

Prasasti Boom Baru ditemukan di Desa Boom Baru, Palembang, Sumatera Selatan. Sampai saat ini prasasti yang terdiri dari 11 baris itu masih belum berhasil dibaca sehingga informasi yang terkandung dalam prasasti tersebut belum bisa diketahui.

Jika kita amati, lima prasasti tersebut dinamakan sesuai dengan nama daerah tempat ditemukan. Padahal pada zamannya, saat prasasti itu dibuat, mungkin saja prasasti-prasasti tersebut memiliki sebutan yang berbeda. Akan tetapi, hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar karena rentang waktu (temporal) antara prasasti itu dibuat dengan saat ditemukan sangat panjang sekali.

Lima prasasti tersebut dapat anda temui di Museum Balaputera Dewa Palembang, tepatnya di Gedung Pameran II. Hanya saja yang anda jumpai di Museum Balaputera Dewa itu adalah replikanya saja karena prasasti yang asli berada di Museum Nasional Jakarta.

Demikianlah lima prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang telah ditemukan. Walau belum masih ada prasasti yang belum berhasil dibaca tetapi keberadaan prasasti-prasasti tersebut telah menjadi penguat alasan untuk menjadikan Palembang, sampai saat ini, sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya. Namun demikian, berbicara mengenai sejarah klasik biasanya selalu memunculkan kemungkinan-kemungkinan sehingga jika ditemukan informasi (fakta) terbaru tentu saja akan mungkin melahirkan kesimpulan yang berbeda atau malah akan makin menguatkan kesimpulan yang terdahulu.(DMT)
***